Minggu, 28 Oktober 2012

Siapa Kamu?


?

Selamat pagi gadis yang tersenyum dari atas sepeda. 
Terimakasih karena menyapaku dari sapaan yang tak pernah benar-benar ada.
 Pandanganmu itu mengalahkan matahari.

Ingin aku ajak kamu ke tengah pematang sawah tepian jalan Babarsari. 
Semburat oranye lukis langit  lambai padi dirayu bayu.
Seperti cerita cinta dalam roman itu.
 
Sampai tiba malam ini
Aku ingin bisa tidur tanpa memejamkan mata. 
Maka saat aku bermimpi tentangmu.
 Mataku menangkap kenyataanmu.
 Menjawab pertanyaanku.
Siapa kamu?

Berantakan


Remang-remang di salah satu pojok ruangan. Antara tata letak kompleks tak beraturan. 
Di pojok ini. Alasan-alasan mengapa aku di sini masih datang.
 Perlu aku berteriak padamu bahwa Tuhanku itu bukan dalang! Juga bukan jimat!  
Aku sama sekali tak pernah mau punya pikiran yg berantakan. 
Karena dua berantakan yg menurutku indah hanya pojok kota ini dan kehidupanmu! 
Tentang doaku yang sumbang kepada hidupmu. Yang berantakan. Dan tak beraturan. Smoga merana lara-lara di antara sudut kota tak beraturan.  


Kamis, 25 Oktober 2012

Kala Kabut


Banyak orang bicara tentang kicau pipit yang merobek telinga.
Tiba-tiba orang bicara tentang angin malam yang menyayat nadi.
Lalu seketika orang bercerita tentang lagu lalu wangi kenanga.
Dan kemudian orang diam-diam memuja-muja cinta lama yang rusak mati.

Untuk sementara waktu aku tak mau kembali ke sana.
Aku takut teringat momentum penyatuan jiwa itu.
Bulu kudukku berdiri. Jantungku tercekam.
Aku takut dikembalikan kepada kala kamu bertahta di benakku.

Aku masih percaya pada sayap-sayap yang tumbuh dalam doa.
Ketika hatiku menjerit dalam lima waktu kemanunggalan.
Aku tetap masih percaya pada keagungan ombak samudra.

Ketika kamu pergi jauh sayup-sayup.
Aku tak mau menggengam mawar tanpa harapan.

Kamu telah menemukan jiwa yang sama.
Sementara aku masih di sini dengan hikayat tanda tanya.

Dalam kebahagiaan yang sedikit aku paksakan.
Aku tulis ini di antara asap yang membentuk kabut.

 

Senin, 22 Oktober 2012

Antrop UI Kala Itu









 Dari Jogjakarta, Jatinangor lalu Depok. Seminggu lebih yang berlalu. Terlewati dengan terlalu banyak nama.  Aku ucapkan terimakasih kepada kalian nama-nama baru yang segera terpahat dalam sejarah perjalanan hidupku. Dari Kost belakang stasiun menuju Tebet lalu Jogjakarta, Aku tulis ini di sebuah warung kopi sambil mengingat kalian yang memberi salam perpisahan cium basah di stasiun UI kala itu.

Sarasehan Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia 2012





Hanya sedikit dari berpuluh-puluh foto yang tergabung dalam empat folder. Terimakasih untuk sarasehan tahun ini. Terimakasih untuk 15 univeristas yang hadir, sehingga saya mempunyai teman-teman dari Sabang sampai Merauke. Selamat kepada sekjen terpilih. Salam kerabat.

Selasa, 02 Oktober 2012

Solo International Performing Art 2012



 
 


Acara SIPA 2012 dibuka dengan dinyalakannya kembang api oleh penonton SIPA 2012. Semangat yang ditunjukan oleh api dan filosofi sawo kecik atau sarwo becik menambah semarak acara yang diadakan di Ngarsopuro, Mangkunegaran, Solo ini.




 

The Heliosphere(British Council – Inggris ) menari-nari menghiasi langit malam SIPA 2012.


Eisa Dance ( Okinawa, Jepang )

 

Ully Sigar Rusadi ( Jakarta ) menampilkan lagu perdamaian yang dikombinasikan dengan koreografi yang apik. Tidak ketinggalan adik beliau Paramitha Rusadi juga ikut berpartisipasi sehingga memeriahkan suasana damai malam SIPA 2012.



 
 

Sujiwo Tedjo ( Jakarta ) penulis, dalang sekaligus budayawan terkemuka Indonesia yang baru saja merampungkan bukunya yang berjudul Lupa Endonesa menjadi delegasi penutup acara SIPA 2012 hari pertama. Lakon Dewa Ruci yang dibawakan dengan santai tanpa meninggalkan pakemnya membuat penonton tertawa, kagum sekaligus mulai berani berkata jancuk sebagai penghilang 'jarak'.


  


Carel Kraayenhof ( Netherlands ) membuka malam SIPA 2012 dengan permainan musik klasik mereka yang menawan. Carel Kraayenhof yang tampil memainkan bandoneon, juga bertindak sebagai komposer dan penggubah lagu yang andal dalam memainkan musik argentinean tango. Ensamble itu terdiri dari Carel Kraayenhof (bandoneon), Juan Pabli Dobal (piano), Jaap Branderhost (bass), Bert Vos (biola 1), Lefke Wang (biola 2) dan Jan Willem Troost pada cello.




Bimasuci kembali dibawakan oleh kelompok Mugi Dance. Setelah dibuka oleh alunan musik, penonton mendapat sajian tarian dari Mugi Dance. Kelompok Suvarnabhumi dari Yogyakarta ikut menyemarakkan dengan memberikan lantunan musiknya. Lewat permainan lima pemusik, delegasi dalam negeri itu mengusung karyanya berjudul Nyanyi Bumi. Permainan musik Welly Hendratmoko, Gardika Gigih Pradipta, Iwang PRasidha, Endi Barqah dan Sprite’z Rukaya mencoba mengangkat puisi-puisi tentang bumi.
Pesan tentang bumi mereka sampaikan lewat kolaborasi instrumen berupa gamelan, clarinet, perkusi maupun pianika. Puisi-puisi itu dibaca dan dinyanyikan serta menjadi satu dengan musik.






Lewat karya tari kontemporer, Mugiyono Kasido sebagai penari, mengangkat pencarian jati diri seorang Bima, tokoh pewayangan dari keluarga Pandawa.
Lewat karyanya berjudul Bima Maja, Mugi menampilkan perjuangan Bima mencari air suci Tirta Perwitasari. Iringan musik gamelan yang digarap Dedek Wahyudi, sajian Mugi Dance juga diwarnai oleh permainan wayang kulit di layar sebagai latar panggung.
Tampilan menarik disajikan delegasi Bantus Capoeira Indonesia. Lewat sajian capoeira, salah satu jenis seni bela diri sekaligus olahraga mempertunjukkan gerakan indah, akrobatik dengan diiringi musik dan lagu (Suara Merdeka).