Masyarakat (khususnya Jawa) kadung mengenal istilah Mo-Limo sebagai Maling (mencuri, termasuk juga korupsi), madat (nyabu), main (berjudi), minum (mabuk-mabukan), dan madon (main perempuan). Semuanya sebagai pantangan, ora ilok, yang harus dijauhi (prefentif), diberantas (post facto), dan pihak-pihak yang jadi korban diobati (kuratif).
Dengan latar belakang seperti itu maka terbilang aneh jika ada orang yang memberi nasehat untuk melakukan Mo Limo, apalagi nasehat itu diberikan sebagai nasehat pernikahan bagi mempelai. Orang yang nekat menentang arus tersebut kebetulan adalah ki Dalang yang sedang manggung karena ditanggap oleh shahibul hajat yang sedang menikahkan anaknya. Bayangin ki Dalang yang tugasnya sangat mulia ngudal piwulang (memaparkan ilmu dan hikmah) memberi nasehat bagi mempelai untuk melakukan Mo Limo.
Dalang yang satu ini secara mbeling menentang arus dengan mempergunakan terminologi yang kadung populer berkonotasi negatif kemudian dibelokkan dengan isi (content) yang berbeda. Jika isinya tidak diganti, ia bisa dipecat dari profesinya sebagai dalang. Bahkan bisa-bisa digantung. Segi positifnya, dengan mempergunakan istilah Mo Limo yang sudah populer akan mendapat perhatian khalayak (fungsi stopper). Setelah khalayak antusias, baru dech dia beberkan apa isi dari Mo Limo versi nasehat nikahnya.
1. Mlumah (untuk orang tidur berarti posisi menghadap ke atas, tengadah)
2. Mengkurep (untuk orang tidur berarti posisi menghadap ke bawah, tengkurap)
3. Modod (istilah untuk barang yang dimensi ukurannya bisa bertambah panjang dan bertambah besar)
4. Mlebu (masuk)
5. Metu (keluar)
Isinya sama sekali berbeda kan dengan Mo Limo versi generik. Hanya saja kok terkesan saru (jorok, menjurus ke seks), seperti kupasan dr. boyke aja. Apakah ki Dalang ini emang bener-bener mbeling ya? Waktu pertama mendengarnya dari seorang Master Consultant yang memberikan nasehat kepada rekan yang dalam waktu dekat akan menikah, kami sempat berpikir begitu sambil mesam mesem. Tetapi Bapak Tua asal Banyumas yang emang sejak mudanya penggemar berat wayang itu segera menambahkan bahwa tidak sedangkal itu nasehat ki Dalang. Bukan dalang namanya kalau tidak ada unsur filosofis dalam apa yang disampaikannya.
Rupanya:
1. Mlumah dalam arti advance maksudnya menghadap ke langit, senantiasa ingat kepada yang kuasa. Keluarga samara (sakinah mawaddah warahmah) hanya akan terbina jika didasari iman, islam dan ihsan.
2. Mengkurep. Sebagai konsekuensi dari posisi orang tengkurap adalah hanya melihat yang di bawahnya. Maksudnya, dalam berumah tangga harus senantiasa fokus pada pasangan (baca: keluarga). Tidak boleh celingak celinguk, jelalatan lihat kanan kiri mencari yang lebih kinclong, bening kinyis-kinyis.
3. Modod. Berusahalah mengembangkan kompetensi dengan meningkatkan kemampuan, keterampilan, dan prigel untuk mencari nafkah dan atau bekal kehidupan lainnya dalam membina kehidupan (rumah tangga).
4. Mlebu. Apa pun yang di dapat dalam tahap sebelumnya, orientasi pertama adalah ke dalam (keluarga). For better or worse pasangan telah berjanji untuk membina rumah tangga, untuk itu segala sesuatunya harus dikomunikasikan ke dalam. Jangan sampai pasangan (anggota keluarga lain) justru tahunya dari pihak ketiga.
5. Metu. Orientasi pertama ke dalam tidak berarti menutup mata dan telinga dengan dunia luar. Ilmu, rezeki, dan lain-lain yang didapat tidak akan habis dikonsumsi sendiri. Share sebagian kepada orang lain sebagai amal. tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.
Dengan adanya dua versi Mo Limo ini maka diharapkan tidak membuat bingung. Bukankah Rasulullah SAW juga pernah menyampaikan pesan untuk memperhatikan lima sebelum yang lima (hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum datang sakitmu, kesempatanmu sebelum kesempitanmu, mudamu sebelum tuamu dan kayamu sebelum datang melaratmu).