Operasional
Melemahnya Integrasi Menguatnya Primodial
Boaz Salosa, pemain sepakbola Indonesia yang selalu mangkir dengan alasan apapun jika diundang PSSI untuk masuk dalam skuad membela tim nasional Indonesia bahkan karena sifatnya ini dia hampir saja diberi sanksi oleh PSSI. Tetapi jika bermain untuk tim klub sepakbola yang dibelanya saat ini, Persipura Jayapura, striker hebat berumur 25 tahun ini selalu menyanggupi untuk bermain.
Contoh kasus Boaz di atas menurut saya adalah salah satu bentuk operasional dari melemahnya semangat integrasi dan disertai oleh menguatnya loyalitas serta solidaritas primodial. Primodial berasal dari bahasa latin primus yang artinya pertama dan ordiri yang artinya ikatan jadi primodialisme adalah paham memegang teguh semua paham baik berupa adat, tradisi, kebudayaan dan hal-hal yang dibawa sejak awal berlangsungnya proses sosialisasi.
Suku bangsa papua dan disintegrasi dari NKRI bukanlah suatu hal yang baru dan juga bukan persoalan yang terlihat akan segera padam. Perlawanan orang Papua yang menolak integrasi tidak hanya dengan gerakan besar seperti membentuk gerakan serupa gerakan Papua Merdeka tetapi juga bisa dengan perlawanan-perlawanan kecil yang ditunjukan oleh ‘orang terkenalnya’. Contohnya , seorang Boaz yang bersukubangsaan Papua yang enggan untuk membela tim nasional Indonesia karena orang Papua secara kebudayaan lebih senang menjadi “Papua” itu sendiri bukan menjadi “Indonesia”.
Sementara itu dalam ranah politik, munculnya pertanyaan mengapa sentimen primordial dapat berpengaruh kuat terhadap politik rakyat? Mengacu pada pernyataan Harold Lasswel mengatakan bahwa, “politics is who gets what, when and how”, yang menurut saya berarti lebih ke arah seorang atau kelompok yang mendapat kekuatan dan kesempatan yang lebih besar dan dominan dari yang lain. Kekuatan dalam arti kemampuan untuk membuat seorang/kelompok melakukan apa yang kita inginkan.
Jika sentimen primodial berada dalam ranah politik dan berhasil mendapat “kekuatan” tersebut maka disintegrasi dan gerakan separatisme suku-bangsa bisa menjadi semakin marak. Fenomena pasca-reformasi dengan munculnya beberapa Parpol yang bersifat kedaerahan dan berkesukubangsaan adalah contoh nyata kuatnya sentimen primodial pada politik negara ini. Masalah sentimen primordial yang lebih terikat pada persamaan etnis, aliran, ikatan darah dan berbagai bentuk sifat kedaerahan lainnya menjadi semakin kuat muncul pada proses pemilihan kepada daerah.. Berbagai konflik yang berdimensi etnisitas tersebut, kesemuanya itu akhirnya akan bermuara kepada disintegrasinya suatu Negara-bangsa (nation state), dengan tuntutan pembagian wilayah sehingga akan memungkinkan munculnya negara nasional baru yang lebih homogen (Hari Poerwanto,10).Persoalan ‘putra daerah’ ini tidak lain lebih disebabkan karena karakter masyarakat yang ada di daerah juga berbeda-beda etnis, aliran, ikatan darah dan agama, yang ternyata juga dapat mempengaruhi masyarakat untuk menentukan kepemimpinan di daerahnya, baik bupati atau wali kota maupun gubernur. Beberapa variabel seperti latar belakang etnis, status sosial ekonomi, golongan dan agama dapat menciptakan suatu polarisasi pilihan politik rakyat menjadi bersifat rasional emosional.
Daftar Pustaka
Wattie, A.M., Mundayat, A.A., Triratnawati, A., Poerwanto, H., Ahimsa-Putra, H.S., Laksono, P.M., Simatupang, L.L., Mulyadi., Kasniyah, N., Kutanegara, P.M., Semedi, P., Setiadi., Sairin, S., Gandarsih, T (2006). Esei-Esei Antropologi – Teori, Metodelogi dan Etnografi. Yogyakarta : Kepel Press.
Anonim (2011). Daftar Partai Politik di Indonesia. Dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_partai_politik_di_Indonesia, 10 Maret 2012
Anonim (2006). Keeping the Republic. Dari : http://en.wikipedia.org/wiki/Harold_Lasswell CQ Press, 10 Maret 2012
Sumber gambar : http://dyfaim.blogdetik.com