Penulisan posting ini menanggapi status FB nya Lelyana Widyaningtyas tadi pagi. Status yg inti dari isinya dia benci mempelajari sejarah dan menanyakan untuk apa mempelajari sejarah kenapa tidak mempelajari masa depan saja. Andai dia bukan pacar temanku pasti sudah aku hajar habis-habisan.
Sebagai bangsa kita patut bangga bahwa nenek moyang kita sudah bermukim di bumi Nusantara dengan peradaban tinggi selama ribuan tahun. Pada abad ke 9, nenek moyang kita sudah mampu mendirikan candi-candi yang megah seperti Prambanan dan Borobudur yang sekarang menjadi world heritage.
Sebagai perbandingan, bangsa Belanda baru terbentuk 400 tahun kemudian, bangsa Spanyol ditaklukkan kerajaan Islam pada abad ke 8 dan diperintah oleh Kalifah Cordoba/Andalusia selama 700 tahun, dan seluruh Eropa dalam masa krisis, masa dark ages, sampai muncul gerakan Renaissance pada abad ke 15.
Memahami sejarah bangsa sendiri adalah amat penting, sebab kita bisa belajar dari kesuksesan dari para pendahulu kita dalam mengatasi tantangan dari jaman ke jaman dan tidak mengulang kesalahan-kesalahan serupa yang telah mereka perbuat. Setelah dijajah selama ratusan tahun oleh Belanda, pada tgl 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Hari ini, setelah berjalan 65 tahun, cita-cita masyarakat merdeka, adil dan makmur belum juga terwujud. Sebaliknya yang terjadi adalah keterpurukan, keterbelengguan dan perpecahan. Akankah sejarah mencatat bahwa bangsa Indonesia mampu bangkit lagi dari keterpurukannya ataukah kolaps dan lenyap selamanya?
Menurut prasasti sejarah, kerajaan yang paling tua di Indonesia adalah kerajaan Kutai yang muncul di abad ke 4 di Kalimantan. Mungkin karena secara geografis Kalimantan tidak mendukung suatu pertanian yang ekstensif maka tergantikan dengan kemunculan kerajaan baru yang lebih sukses di Jawa dan Sumatra. Budidaya tanaman dengan produktivitas yang tinggi yang mampu menopang pertumbuhan penduduk adalah syarat utama untuk berkembangnya suatu bangsa. Pada abad ke 9, kerajaan Mataram Kuno di Jawa mencapai jaman keemasan dimana peninggalan-peninggalan kebudayaan tinggi berupa candi-candi megah masih bisa kita saksikan sampai sekarang.
Lingkungan alam gunung berapi yang memberi kesuburan tanah dan inspirasi spiritual sekaligus juga merupakan tantangan yang terbesar bagi masyarkat pada waktu itu. Mereka dihadapkan pada pilihan untuk bertahan di tanah keramat dan berpegang pada nilai-nilai agama, atau mengikuti akal dan penalaran dengan meninggalkan daerah berbahaya tsb. Sejarah mencatat kerajaaan Mataram Kuno di Jawa Tengah tsb mengalami pralaya (tewas) kemungkinan akibat letusan besar dari gunung Merapi dan digantikan oleh kerajaan Hindu yang muncul di tepi sungai Berantas di Jawa Timur.
Pertentangan kelas dan suksesi yang berupa perebutan kekuasaan merupakan masalah yang senantiasa membayangi kerajaan-kerajaan Hindu di Jawa Timur. Walaupun demikian, di abad ke 13 kerajaan Singasari dibawah Kertanegara telah memulai ekspedisi untuk memersatukan kerajaan-kerajaan di Sunda (Jawa Barat), Sumatra, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Champa di Kamboja. Adversity juga datang dari luar yakni berupa ancaman pasukan Mongol dibawah Kubilai Khan (cucu Jenghis Khan) yang telah berhasil menguasai seluruh daratan Asia, dari China sampai ke wilayah Eropa. Kekalahan pasukan Mongol di Jawa merupakan bukti dari keperkasaan dan kepandaian dari bangsa di Nusantara. Raden Wijaya yang memimpin penghancuran pasukan Mongol tersebut kemudian mendirikan kerajaan Hindu Majapahit.
Di bawah Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, kerajaan Majapahit mengalami jaman keemasan dan berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara dengan wilayah kira-kira sama dengan wilayah Indonesia sekarang. Negara Majapahit juga dikenal sebagai negara bahari yang membuka perdagangan dan pertukaran budaya dan ilmu pengetahuan dengan berbagai bangsa di dunia, seperti China, India, Arab dan Eurasia.
Perubahan geopolitik dan perkembangan peradaban dunia merupakan tantangan baru bagi Majapahit. Kalifah Islam yang muncul di abad ke 7 yang dalam jangka satu abad mampu mencapai jaman keemasan dan bertahan sampai 800 tahun telah menyebarkan pengaruhnya dari Maroko sampai ke China, dan sudah merambah pula sampai ke Malaka.
Nilai-nilai kehidupan baru dari peradaban Islam mulai muncul dalam masyarakat Hindu di Jawa seperti tidak menganut sistem kasta, membatasi perkawinan cuma sampai 4 istri (lazimnya kaum punggawa/aristokrat pada waktu itu punya puluhan sampai ratusan selir) dan kaum wanita diberi kebebasan untuk tidak ikut mati bila suami mereka mati. Pada abad ke 15, Raden Fatah putera dari Prabu Brawijaya, raja terakhir dari kerajaan Majapahit, mendirikan Kerajaan Islam di Demak.
Perubahan dari peradaban Hindu ke Islam di Indonesia (Jawa) merupakan proses yang telah berjalan selama ratusan tahun melalui hubungan perdagangan, budaya dan perkawinan dengan bangsa-bangsa lain seperti Champa, Cina, India, Arab dan Eurasia. Oleh karena itu perubahan tsb tidak terjadi dengan serentak. Ketika Kesultanan Demak terbentuk, Kerajaan Tuban dan Blambangan masih menganut peradaban Hindu. Kesultanan Demak sendiri merupakan kerajaan bahari yang majemuk dimana terjadi asimilasi budaya dan etnis dari berbagai bangsa dari Champa sampai Eurosia (Smarakand).
Pada abad ke 15 di Eropa muncul gerakan renaissance, yakni lahirnya suatu kebudayaan baru yang bersumber pada kebudayaan Latin dan Yunani kuno dengan tekanan pada humanisme, seni, teknologi dan ilmu pengetahuan. Di abad yang sama, Kalifah Cordoba (Andalusia) jatuh kembali ke tangan Kerajaan Kristen Spanyol. Bangsa-bangsa di Eropa mengalami kemajuan pesat, dan saling bersaing satu sama lain dalam perdagangan dan menumpuk kemakmuran. Mereka juga bersaing dalam menemukan dunia baru untuk ditaklukkan dan dieksploitasi sumber dayanya.
Pada akhir abad ke 15, ekspedisi Spanyol berhasil mengkoloni Amerika dan memusnahkan kebudayaan tinggi dari bangsa Maya dan Inca. Pada awal abad ke 16, Malaka jatuh ke tangan Portugis dimana ini berdampak pada penurunan drastis arus perdagangan ke bandar-bandar di Jawa. Sultan Demak Adipati Unus yang merespons pendudukan Portugis dengan menggalang koalisi dengan kerajaan Islam di Banten, Makasar, Pasai dan kerajaan Hindu Tuban gagal merebut kembali Malaka. Kegagalan tersebut bukan karena kekalahan dalam keunggulan teknologi dan strategi perang melainkan karena rapuhnya persatuan. Adipati Unus menemui ajalnya pada penyerbuan ke dua ke Malaka, dan tahta kerajaan Demak digantikan oleh adiknya Sultan Trenggono.
Sultan Trenggono sangat sukses dalam mempersatukan seluruh Jawa dalam peradaban Islam. Melalui gerakan dakwah yang dipimpin Wali Songo, Islam menyebar dengan pesat ke seluruh pulau Jawa. Sultan Trenggono digantikan oleh puteranya Sunan Prawoto a.k.a Raden Mukmin, yang lebih merupakan ahli agama dari pada ahli politik kenegaraan. Prawoto dibunuh oleh sepupunya Arya Penangsang yang menjabat adipati Jipang. Sepeninggal Prawoto, kerajaan dipindahkan ke Pajang oleh Sultan Hadiwijaya. Arya Penangsang kemudian dibunuh oleh Sutawijaya a.k.a Panembahan Senopati yang selanjutnya mendirikan kerajaan Mataram baru (Islam).
Disadari atau tidak, terjadi pergeseran yang signifikan dari Majapahit/Demak yang merupakan kerajaan bahari dengan visi persatuan Indonesia dan aktif dalam percaturan internasional melalui perdagangan, pertukaran budaya dan ilmu pengetahuan menjadi kerajaan pedalaman yang melalaikan cita-cita persatuan dan yang mengundurkan diri dari persaingan internasional dan semakin ignoran terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Sepeninggal Sultan Agung (th 1645), terjadi masalah suksesi yang tidak berkesudahan yang menyebabkan kerajaan Mataram mengalami disintegrasi lebih lanjut. Raja-raja Mataram semakin terlilit hutang, dan kedaulatan semakin tergadaikan kepada kekuasaan VOC.
Ada pepatah yang mengatakan those who cannot learn from history are doomed to repeat it, mereka yang tidak mau belajar dari sejarah akan terkutuk untuk mengulang kesalahan yang sama. Kita bisa belajar bahwa tantangan dan adversities selalu muncul dalam sejarah kebangsaan dari jaman ke jaman. Mereka yang menghadapinya dengan akal dan penalaran sehat dan dengan menggunakan inovasi dan kemajuan iptek yang tersedia pada jamannya akan keluar sebagai pemenang.
Lingkungan alam merupakan sumber daya penting yang menunjang kehidupan penduduk oleh karena itu perlu dibudi-dayakan dengan sebaik mungkin. Namun daya dukung alam punya keterbatasan oleh karena itu adalah mutlak untuk selalu mengkontrol pertumbuhan penduduk. Perusakan lingkungan alam melalui eksploitasi berlebihan maupun pencemaran perlu dinyatakan sebagai kejahatan besar sebab akan berdampak pada kesejahteraan dan keberlangsungan hidup manusia.
Bencana alam seperti letusan gunung, gempa bumi, tsunami, dst perlu tindakan mitigasi sehingga tidak menyebabkan malapetaka yang fatal. Hanya bangsa yang mampu hidup saling mendukung dengan alam lingkungannya akan mungkin maju dan berkembang selamanya. Kemajuan bangsa Jepang adalah dimulai dengan gerakan penghijauan dan pemulihan kondisi lingkungan alamnya yang rusak parah padai abad 17. Saat ini 74% dari wilayah Jepang tertutup oleh hutan.
Kita mesti benar-benar menyadari bahwa kemajuan bangsa-bangsa yang pernah ada di dunia adalah bersumber pada kemajuan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi, bahwa fanatisme agama hanya akan membawa kehancuran. Kemajuan bangsa-bangsa Eropa yang dimulai pada abad ke 15 adalah akibat adanya pembaharuan dalam pemikiran dan kebudayaan yang mengarah pada humanisme dan penalaran rasional. Gerakan renaissance inilah yang mendorong terjadinya kemajuan dan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memerdekakan mereka dari belenggu kekuasaan Gereja. Fanatisme agama Kristen yang mereka praktekkan selama seribu tahun lebih hanya membawa mereka pada masa kegelapan (dark ages), kebiadaban dan kehancuran.
Jaman keemasan dari peradaban Islam selama ratusan tahun yang pernah ada di Cordoba/Andalusia, Irak dan Turki adalah juga bertumpu pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdasar pada peradaban maju Yunani. Kemunduran peradaban Islam adalah akibat penghayatan agama yang semakin meyempit dan fanatik. Manakala terjadi penggantian penalaran sehat dan ilmu pengetahuan dengan fanatisme agama atau kepercayaan mistik, seperti yang pernah terjadi dalam sejarah bangsa di Nusantara, maka dapat dijamin kemunduran dan kekacauan akan menjadi akibatnya.
Solidaritas kebangsaan yang berdasar pada kesamaan nasib dan cita-cita merupakan lem perekat yang menjamin keutuhan dan membawa kemajuan yang perlu dipelihara. Korupsi, ketidak adilan dan pemiskinan rakyat merupakan racun-racun jahat yang menghancurkan solidaritas kebangsaan tsb. Oleh karena itu, amat penting untuk menindak dengan serius segala bentuk korupsi, diskriminasi dan penindasan hak-hak rakyat untuk hidup layak. Prinsip hidup egalitarian tidak hanya terwujud dalam pemilu melainkan juga tercermin dalam kesetaraan setiap warga negara di depan hukum tanpa terkecuali. Perusahaan Lapindo atau siapa saja yang menimbulkan beban dan kerugian besar kepada masyarkat dan lingkungan alam mesti diadili dengan tegas dan keras.
Pejabat pemerintah dan anggota DPR mesti mau mengalami hidup sehari-hari seperti rakyat yang dipimpinnya, misalnya president mesti ikut merasakan kemacetan lalu lintas yang bikin frustasi, para Mentri harus mau tinggal di pemukiman yang dilanda banjir dan anggota DPR mesti bersedia memasak makanannya sendiri menggunakan tabung LPG 3 KG warna hijau. Hanya dengan kesamaan nasib dan cita-cita, maka kita akan menjadi satu bangsa yang akan dengan serius memecahkan segala masalah yang ada.
"Jangan melupakan sejarah maksudny sejarah itu penting dalam menjalani kehidupan..
dengan adanya sejarah kita dapat mengingat masa lalu dan belajar dari sejarah tersebut..
karena sejarah merupakan sebuah pengalaman yang berharga"
dengan adanya sejarah kita dapat mengingat masa lalu dan belajar dari sejarah tersebut..
karena sejarah merupakan sebuah pengalaman yang berharga"
source : Tulisan Eko Raharjo (1978) di milis Forsino-Nusantara
images source : http://politikana.com/images/medium/jas-merah.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar