Sabtu, 26 November 2011

Biennale Jogja XI - Bacalah!


             Kelas pengantar antropologi setiap hari Kamis adalah kelas yang bisa dibilang paling ditunggu oleh para mahasiswa antropologi, kelas yang dijoki oleh Bapak Laksono itu adalah kelas yang nge-jazz jika itu ibarat genre musik karena seperti jazz sendiri yang ringan tapi menyimpan nada-nada yang 'tidak biasa' sama seperti kelas Pak Laksono ini santai tapi serius dan berbobot. Hari ini berliau bercerita tentang terpilihnya beliau untuk menjadi juri dalam acara Biennale, keamatiran beliau yang beliau anggap amatir adalah sekedar pecinta malah menjadi ketertarikan sendiri, sehingga panitia Biennale memilih beliau menjadi juri. Beliau juga menyarankan agar kami sebagai mahasiswa budaya, segera meluncur, melihat dan berpartisipasi dalam meramaikan acara-acara di Biennale tersebut. Hanya sebagai intermezzo beliau menyarankan kami datang ke Biennale karena selain dedikasi terhadap seni dan budaya juga sebagai bentuk 'penghormatan' atas dipilihnya beliau menjadi juri. Akhirnya saya dan teman-teman saya berkunjung ke Biennale Jogja untuk pertama kalinya, ini adalah Biennale yang ke XI. Saya datang saat malam pembukaan karena kebetulan kakak tingkat saya adalah pengisi acara pembukaan Biennale di JNM. Kakak kelas tingkat saya itu adalah Lani (seorang soloist) dan Oscar (sebuah keyboard) yang tergabung dalam grup musik bernama FRAU.  

Berpose di depan Neti-Neti karya Anita Dube   

Sebagai mahasiswa antropologi tingkat satu yang sedang belajar untuk menjadi antropolog yang baik, selain rajin, banyak membaca, mengikuti seminar dan kuliah, mengunjungi pameran seni dan kebudayaan tentunya bisa menjadi sarana belajar yang baik selain beberapa hal yang disebut di atas.Photobucket
Antropolog seperti sudah dituntut untuk melatih mata mereka menjadi mata yang tidak biasa, yaitu menjadi mata yang bisa melihat hal-hal sepele yang jarang dilihat orang lain. Seperti kita ketahui, pameran seni dan kebudayaan sudah pasti selalu menyajikan karya-karya seni seniman-seniman besar dan ternama. Karya-karya seni yang ditampilkan sudah pasti estetik dan maknatif.  Tidak sedikit seniman yang selalu bermain dalam ranah kreatif, imajinatif dan penuh fantasi dalam menghasilkan suatu karya seni.
Biennale adalah acara tahunan yang berbau seni dan kebudayaan. Salah satu acara Biennale selain seminar adalah pameran seni. Beberapa karya seni  diangkat dalam pameran yang diadakan di Jogja National Museum ini, dari seni rupa, seni lukis, bahkan seni fotografi dan filmografi. Dengan mengusung tema Shadow Lines – Indonesia Meets India, para seniman dengan sukses menyajikan beberapa karya seni yang menurut saya patut diberi apresiasi lebih. Sebagai contoh Shilpa Gupta dengan Untitled ( There is No Border Here)-nya yang mengusung tema kebebasan dan tanpa marjin, menurut saya karya seni ini sangat maknatif mengingat beberapa masalah diskriminatif yang dewasa ini terjadi. Secara tersirat Shilpa mengungkapkan bahwa sebuah kebebasan (yang dilambangkan dengan bendera) justru bisa menjadi sebuah marjin dan batas-batas dalam kehidupan (masyarakat). Bendera tersebut seperti (secara tidak langsung) membuat kita terkotak-kotak dan menjadi kelompok tertentu. Selain karya Shilpa masih banyak karya-karya seniman lain yang tak kalah mengesankan. Ada film etnografi yang menceritakan India, sebuah video orang berenang dengan tali yang mengikat tubuhnya di sebuah batu dan karya seni dengan judul Bird Prayers #2 yang menceritakan bahwa sekarang religi hanyalah sebuah ‘topeng’ belaka dan sudah terkontaminasi dengan unsur yang tidak berbau religi dan maknanya yang seharusnya suci sudah tercemar. 

 Bacalah karya Titarubi

Dari beberapa karya seni yang saya sebutkan di atas, ada salah satu karya seni yang paling menarik perhatian saya. Karena saya seperti melihat yang sering kita sebut hal sepele dalam karya seni ini.  Bacalah, karya Titaribu adalah karya seni yang paling menyita perhatian saya. Selain kreatif, karya seni ini juga maknatif dan dengan baik bisa menyatukan makna ajaran agama ( Islam), pikiran manusia, dan membaca. Bacalah, dibuat secara sederhana dan cantik, di mana ribuan lembaran kertas kosong dibuat menjadi satu jilid buku yang dalam keadaan terbuka diletakan di atas meja- kursi gandeng.  Setelah saya melihat, memegang karya seni tersebut dan lalu membaca deskripsinya, mendadak saya kagum dan langsung bisa menangkap arti karya ini. Dari apa yang saya tangkap saya bisa mengerti bahwa karya ini seperti berkata tentang kemerosotan iman kita sebagai seorang muslim di mana kita percaya bahwa perintah pertama Allah kepada Rasulullah adalah iqra (bacalah). Tetapi kita sekarang malah terperosok dalam suatu pemikiran sempit yang berujung pada kemalasan, yaitu kemalasan untuk membaca. Karya ini mengatakan bahwa membaca tidak hanya sekedar melihat deretan huruf, gengsi atau menganggapnya sebagai tuntutan untuk memenuhi nilai akademis belaka. Dengan membaca, kita bisa membuka pikiran kita, memperlebar wawasan dan memperbanyak informasi. Selain beberapa fungsi nyata membaca di atas. Membaca mempunyai beberapa fungsi laten yaitu agar kita semakin berisi, semakin pintar dan dengan pintar kita bisa bijaksana. Dan fase terakhir dalam menjadi bijaksana adalah seperti ilmu padi, semakin berisi semakin menunduk. Semakin merasa pintar maka semakin merasa kosong. Secara tersirat karya ini juga mengatakan tentang konsep kosong. Di mana inti dari pengetahuan tertinggi adalah kosong. Setelah saya mencerna lebih lanjut. Selain menemukan inti bahwa dengan membaca bisa menjadi pintar, bijaksana, lalu selalu merasa kosong. Saya juga jadi mengerti bahwa semakin ‘kosong’ seseorang, layaknya sebuah wadah yang masih kosong, wadah tersebut selalu lebih mudah diisi oleh benda atau sesuatu daripada wadah yang sudah penuh, wadah yang sudah penuh bisa saja tumpah isinya atau malah pecah wadahnya. Dengan kata lain ketika kita sudah bisa membaca, pintar , bijaksana lantas selalu merasa ‘kosong’ maka dengan mudah kita bisa lebih cepat dalam menyerap ilmu-ilmu yang kita dapatkan, kita bisa berpikir lebih jernih dan dengan ringan kita bisa menangkap banyak informasi. 
Maka mulai sekarang, bacalah! Photobucket






Lomba Artikel Blog Biennale Jogja XI

2 komentar:

  1. Halo, tulisan ini diikutkan saja ke lomba menulis Artikel Blog Biennale Jogja XI :)
    Info lihat di sini: http://lomba.biennalejogja.org/lomba-artikel-blog-biennale-jogja-xi

    Siapa tau menang kan lumayan heheheh

    BalasHapus