Rabu, 12 November 2014

Perjuangan Kopi

Perjuangan Kopi

Salah satu sumber daya alam potensial yang belum disadari keunggulannya oleh masyarakat adalah kopi. Bicara tentang “nasib” kopi di Indonesia dapat diibaratkan seperti mengupas sebiji bawang, Makin terkupas maka mata makin perih karenanya.Indonesia mempunyai banyak sekali varietas kopi, bahkan bisa dianalogikan seperti banyaknya suku-bangsa yang dimiliki bangsa ini. 

Setiap daerah di Indonesia mempunyai ciri khas kopinya masing-masing. Kesadaran yang belum terbangun tidak hanya tentang potensi kopi tetapi juga apresiasi masyarakat terhadap cita rasa kopi Indonesia sendiri. Varietas yang beragam membuat kopi Indonesia berpotensi untuk menjadi la flama eterna dalam negeri tetapi karena kopi belum diposisikan sebagai sebuah komoditas utama maka tidak heran jika dari sisi produktivitas, produksi kopi Indonesia masih jauh di bawah standar. Cara yang dapat ditempuh dalam konteks meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan menumbuhkan kesadaran masyakarat terhadap potensi kopi. 

Pemerintah seharusnya turut ambil bagian dalam hal ini. Peran pemerintah diharapkan dapat memberi program-program atau kebijakan yang memberikan pengetahuan tentang potensi kopi. Tentu saja program-program tersebut tidak bisa disamaratakan satu daerah dengan daerah lainnya karena konteks daerah penghasil kopi juga mempunyai ciri khas masing-masing sehingga membutuhkan desain program atau kebijakan yang sesuai. Namun sampai kapan menunggu peran pemerintah yang biasanya tak segera kunjung datang?

Pengusaha Indonesia yang berbisnis di bidang kopi dapat dikatakan masih bisa dihitung dengan jari. Maka tidak bisa dipungkiri bahwa pasar kopi Indonesia justru lebih banyak dikuasai asing dan produk-produkk kopi terbaik justru diekspor ke luar negeri. Mengatasi masalah kemiskinan bangsa dengan membangun usaha dibidang kopi yang berorientasi internasional dapat menjadi cara yang jitu. Indonesia, sebagai Negara penghasil kopi-kopi terbaik di dunia, seharusnya dapat menjadi sentral dan pusat minum kopi ternikmat di dunia. Tetapi sampai detik ini, citra itu masih samar terdengar, orang-orang sekitar kita masih sibuk membicarakan kenikmatan kopi Starbucks daripada kenikmatan kopi Jawa milik Mukidi di Temanggung.

Jangan lupa, jika ingin menjadikan kopi sebagai komoditas utama,  kopi Indonesia yang sangat beragam varietasnya tentu membutuhkan perlindungan khusus. Sama dengan perlindungan yang diberikan terhadap produk-produk kebudayaan seperti kesenian batik atau tarian. Perlindungan beragam varietas kopi juga perlu dilakukan secara serius. Menurut Yusianto seorang “dokter” Kopi Indonesia, salah satu jenis kopi yang sangat berpotensi menjadi kopi terbaik di dunia adalah kopi liberika yang merupakan pengembangan dari kopi arabika Papua dan Priangan. Yusianto menambahkan bahwa, kopi liberika kadang disebut kopi nangka saat  ini tidak banyak dikonsumsi. Kopi yang banyak tumbuh di Jambi dan Bengkulu ini mempunyai cita rasa sayur, seperti kacang panjang mentah. Melalui cita rasa kopi Indonesia yang unik, kopi bisa menjadi media untuk mencintai dan meningkatkan kesadaran serta ketahanan kebudayaan. Walaupun telah tersiar kabar bahwa Indonesia sepertinya sudah kembali kecolongan karena menurut isu yang beredar, kopi Toraja kini telah dipatenkan oleh Jepang. Hal ini seharusnya menyadarkan kita bahwa, Indonesia butuh lebih banyak “dokter” kopi, untuk menyelamatkan kopi dari ironi negeri sendiri.

Seorang kawan pada sebuah obrolan warung kopi pernah bercerita bahwa, petani kopi di Jember, mempunyai anggapan bahwa menanam kopi robusta adalah jalan menuju kemiskinan sementara menanam kopi arabika adalah jalan menuju kesejahteraan. Anggapan dalam metafora seperti ini adalah persoalan sosio-kultural maka kebijakan optimalisasi teknologi pertanian yang sesuai dengan konteks sosial budaya agar supaya keseimbangan varietas kopi robusta dan arabika di Jember tetap terjaga mutlak diperlukan. Dengan memperhatikan konteks sosial-budaya (cara pandang masyarakat) maka kopi diposisikan sebagai sebuah subjek yang mempunyai nilai edukasi dan filosofi (kopidukasi dan filokopi) bukan sebuah objek komoditas untuk eksploitasi semata.

Pola menjual kopi juga bisa menjadi cara alternatif untuk melindungi kopi. Sepakat dengan Ruhdi Bathin dalam salah satu artikelnya, mengubah pola jual dari green bean (beras kopi) menjadi minimal kopi Gongseng (Roasting) hingga kopi bubuk dapat menjadi cara yang efektif untuk melindungi kopi. Cara ini telah diterapkan oleh Timor-Timor. Timor-Timor mempunyai kebijakan yang  mengharamkan kopinya dijual atau dibawa dalam bentuk kopi beras. Minimal dibawa harus dalam bentuk Kopi Gongseng supaya mencapai harga yang lebih tinggi. Dengan mengingat nama kopi dan setiap daerahnya secara otomatis masyarakat akan memahami kekayaan alam Indonesia.

Outcome yang diharapkan adalah pengetahuan yang diterima masyarakat tidak berhenti sebatas tahu nama kopi dan daerah penghasilnya tetapi lebih memahami apa yang ada di balik kopi yang dihasilkan di setiap daerah-daerah itu lalu berusaha melestarikan dan mengembangkan potensi-potensi dari kopi-kopi tersebut. Kerja sama yang sangat baik dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat, akademisi, pengusaha, hingga petani kopi dalam rangka menjadikan kopi sebagai salah satu komoditas bintang dalam negeri adalah harga mati. Jika tidak terjalin dengan baik tentunya komoditas ini mempunyai kemungkinan dimanfaatkan  untuk mensejahterakan satu golongan kepentingan tertentu saja.

Menurut Ruhdi Bathin, tahun 1908 Belanda sudah menjadikan kopi arabika yang dihasilkan di Utara Danau Luttawar, Takengan  sebagai komoditas eksport pertama bersama tanaman penting lainnya.  Melihat kenyataan tersebut, maka seharunya saat ini  Indonesia bisa lebih baik dalam mengembangkan potensi kopi-kopi nusantara sehingga bisa mengatasi masalah dan menjadi jalan untuk mensejahterakan masyarakat. Secara sederhana kopi adalah satu-satunya komoditas di Indonesia yang dapat menyatukan seluruh nusantara, sebut saja misalnya tidak semua masyarakat di seluruh bagian nusantara mengakui Gamelan dan Batik sebagai “hal” yang “asli” Indonesia. Namun ketika nama kopi Toraja, kopi Jawa, kopi Gayo disebut , semua dapat serempak mengatakan bahwa kopi-kopi itu asli Indonesia. 

Sekian, mari minum kopi.
Selamat 10 November dan Hari Ayah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar