Minggu, 25 Desember 2011

Cerita Patah Hati



Ini hanya sebuah cerita yang muncul setelah aku melihat kelakuanmu.

Malam ini hujan deras sekali. Suara katak yang biasanya aku dengar bersautan dengan bunyi genting seng yang terkena tetesan hujan tak lagi aku dengar. Aku mengambil sebuah textbook. Membuka setiap halamannya satu persatu. Tapi aku tak membaca apapun. Banyak huruf yang bersatu menjadi kata dan kata berkait menjadi kalimat. Kalimat yang seharusnya diam dan bisa aku baca. Menjadi tidak bisa. 
Tiba-tiba deretan huruf itu bergerak, menari seirama dengan hujan deras di luar sana yang mengiringi seperti bunyi genderang. Huruf-huruf itu bergerak terbang membentuk namamu! Masuk dan menusuk-nusuk di dalam otakku! Otakku mendadak busuk. 

Dan.

Guntur menyadarkanku.

Nafasku terengah-engah, kamu yang berlari dalam pikiranku tapi mengapa aku yang kelelahan? Berbaring. Serasa berbaring di pecahan kaca. Perih masih terasa. Textbook tadi sudah aku buang jauh ke sudut kamar. Di luar hujan itu ribut sekali. Aku ingin tenang, kau perlu tahu wahai sabda alam! Angin dan hujan! Aku sedang patah hati! Ini gara-gara laras hati-ku telah hilang. Aku tak ingin jadi Rama yang kehilangan Shinta atau Rose yang kehilangan Jack. Aku tak mau kalah dengan nasib! Aku bukan pria yang nasib romansanya dihancurkan oleh pria jahanam yang sekarang bersamanya!

Remuk redam.

Gelap. Lalu terang. Berulang kali aku mencoba tidur tapi hasilnya nihil.

Hatiku tergores oleh kalian yang tajam. Kejam. Sekarang tak hanya tergores tapi telah sobek. Cintamu adalah Phyton! Kau peluk aku sambil perlahan kau remukan. 

Dan aku yakin silet ini bisa mengalihkan rasa sakitku dari hati ke jari.

Jatuh cinta dan patah hati bisa membuat kita bodoh seketika. Aku lihat luka di jariku. Patah hatiku lebih sakit daripada luka ini.
Perlahan dengan perih tertahan. Jejak darah namamu pada tembok kamar ini adalah bukti bahwa aku tak mau kehilangan kamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar