Minggu, 19 Februari 2012

Hampir Dua Puluh Tahun


Dalam hingar-bingar malam ini aku berbisik atas nama Tuhan kepada angin yang dingin. 
"Jangan kau masuk ke kamarku, biarkan aku hangat dibalik selimutku". 
Aku menarik selimutku dan merenungi apa yang telah aku lakukan beberapa hari yang lalu. 
Dibalik selimut pikiranku terbalik pula. 
Mataku tiba-tiba terasa berat, mungkin ini rasa lelah.
Aku terlelap.
Keesokan paginya, aku bangun, membuka jendela kamar lalu melangkah keluar. 
Diam di beranda. Dan ini lah awal segalanya.

Dari beranda ini aku melihat matahari
Tubuhku sibuk merasa hangatnya pagi
Di antara pohon dan kolam itu, aku melihat orang tua yang sudah kehabisan hari

Sementara aku beranjak dua puluh tahun dan tanpa resolusi
Sudah berpikirpun, aku belum terhenyak dari beranda ini dan sibuk menyesali
Enggan aku lalu diam dan merasa kosong tak berarti

Tunggu

Ini bukan pagi yang diceritakan nenek dulu
Ini bukan pagi yang ada di setiap lagu rindu
Ini pagiku sendiri yang kali ini kosong aku sia-siakan pilu

Demi Allah, Tuhanku, Tuhanmu dan segala Dewa-Dewi, aku ingin membunuh kegagalan
Mari bersulang cahaya untuk mimpi yang terwujud di masa depan

Besok saat datang pagi, aku akan berada di kampus biru
Besok saat datang pagi, aku akan berada di kota impianku itu
Besok saat datang pagi, aku buka jendela dan di ranjangku ada kamu, gadisku

Dan jika besok saat datang pagi, aku menjadi orang tua yang sudah kehabisan hari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar